Asosiasi Perusahaan Jasa Penagihan Indonesia (APJAPI) mengambil langkah proaktif untuk meluruskan informasi yang menyesatkan terkait praktik penagihan oleh tenaga debt collector. Di tengah maraknya hoaks yang beredar, APJAPI berupaya mengedukasi masyarakat agar memahami hak dan kewajiban masing-masing pihak, demi terciptanya iklim keuangan yang sehat.
Sebagai wadah bagi perusahaan dan individu di bidang jasa penagihan, APJAPI menegaskan komitmennya terhadap kepatuhan regulasi, khususnya Peraturan OJK (POJK) No. 35 Tahun 2018. Ketua Umum APJAPI, Kevin Purba, menekankan bahwa penagihan merupakan bagian dari proses bisnis yang sah, bukan tindakan kriminal.
“Kami ingin meluruskan bahwa jasa penagihan adalah profesi legal yang diakui OJK. Negara ini negara hukum, sehingga perlindungan yang adil harus diberikan kepada debitur dan tenaga penagihan yang bekerja sesuai aturan,” ujar Kevin Purba.
APJAPI mengimbau masyarakat, khususnya debitur, untuk memahami bahwa kewajiban membayar angsuran adalah bagian dari perjanjian yang disepakati. Jika mengalami kendala keuangan, segera komunikasikan dengan pihak pembiayaan untuk mencari solusi terbaik.
Di sisi lain, APJAPI juga meminta perlindungan hukum bagi kolektor profesional yang bekerja sesuai regulasi. Tindakan main hakim sendiri terhadap petugas penagihan adalah pelanggaran hukum dan dapat berujung pada konsekuensi serius.
Untuk menghindari konflik berkepanjangan, APJAPI mengusulkan kajian ulang terhadap regulasi terkait, khususnya Undang-Undang Fidusia, agar tercipta keseimbangan perlindungan hukum bagi semua pihak.
APJAPI juga mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah percaya hoaks yang dapat merusak citra profesi jasa penagihan. Sebelum menyebarkan informasi, pastikan kebenarannya melalui sumber resmi seperti situs web pemerintah, OJK, atau kepolisian.
Dengan edukasi yang tepat dan perlindungan hukum yang adil, APJAPI berharap dapat menciptakan hubungan yang harmonis antara debitur dan tenaga penagihan, serta menjaga stabilitas sektor keuangan nasional.”