Polytron—perusahaan yang dulu dikenal sebagai raja elektronik rumah tangga dengan radio dan kulkas ikonik—kini meluncurkan dua bayi barunya: mobil listri Polytron G3 dan G3+. Produk ini. bukan sekadar mobil listrik, melainkan manifesto bisnis yang menantang zaman. Di usia ke-50, perusahaan ini tak lagi hanya menghibur keluarga Indonesia dengan televisi berwarna, tapi mengajak mereka menari dalam revolusi mobilitas hijau.
“Ini bukan tentang menjual besi beroda,” ujar Hariono, CEO Polytron,disela-sela peluncuran di Jakarta (6/5/2025) Polytron menawarkan tiga mantra kepemilikan mobil dengan : SMART, LUXURY, dan FREEDOM—segitiga emas yang menjawab kegelisahan 73% konsumen yang khawatir tentang harga mahal baterai mobil.. Solusinya? Skema Battery-as-a-Service (BaaS) ala Polytron: bayar mobilnya, sewa baterainya. Seperti membeli smartphone tanpa perlu membeli power bank seukuran lemari es.
Data Kemenperin menyatakan bahwa setiap 1 menit, 4 mobil konvensional baru memenuhi jalanan Indonesia. Tapi Polytron punya jurus jitu. Dengan BaaS, harga G3 bisa dipangkas 40%—setara dengan harga mobil city car bensin—plus garansi baterai seumur hidup selama berlangganan. “Kami terinspirasi dari nenek yang menyewakan tanah untuk kebun, bukan menjualnya,” canda Tekno Wibowo, Commercial Director Polytron. Hasilnya? Sejak pre-order dibuka di Blibli 6 Mei lalu, antrian virtual sudah menyamai buzzer konser legenda.
Di balik kemewahan interior berbahan kulit Nappa dan sunroof panorama, terselip kecerdasan buatan yang membuat mobil ini mirip asisten pribadi. ADAS dengan 21 fitur—dari Auto Parking Assist yang bisa membaca spot parkir sempit di Pasar Baru hingga Blind Spot Detection yang menyelamatkan pengendara dari tikungan licin.
Pemerintah pun menyambut hangat. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, yang hadir dalam acara tersebut mengatakan: “Ini bukti industri nasional tak cuma bisa mengejar, tapi memimpin!” Tak main-main: TKDN G3 mencapai 65%, dengan baterai produksi Karawang yang diklaim tahan panas terik Surabaya dan lembab Pontianak.”
Fitur Camping Mode di G3+ seolah menjawab jiwa petualang anak muda. Dengan soket 220V di bagasi 1.141 liter, mobil ini bisa menjadi pembangkit listrik darurat saat mati lampu di pelosok desa, atau sumber energi untuk pesta karaoke dadakan di pinggir Danau Toba. “Kami tak ingin mobil listrik hanya jadi hiasan jalanan ibu kota,” tegas Hariono.
Di balik layar, Polytron menyiapkan ekosistem : 1.000 stasiun swap battery bekerja sama dengan jaringan SPBU nasional, plus garansi nilai jual kembali 70% setelah 3 tahun—jaminan yang membuat lelang mobil bekasnya diprediksi akan seramai tiket konser Coldplay.
Sebagai kado ulang tahun ke-50, Polytron telah bermetamorfosa dari radio transistor yang menemani generasi 80-an belajar bahasa Inggris, hingga mobil listrik yang akan mengantar anak cucu mereka ke sekolah bebas emisi. Saat G3 pertama meluncur dari pabrik Semarang bulan depan, yang sedang dikendarai bukan hanya mobil, melainkan warisan setengah abad kepercayaan Indonesia pada merek lokal.